AKUNTANSI MENGAJARKAN KESEIMBANGAN

Minggu, 15 Juli 2012

PSAP NO. 05 NO AKUNTANSI PERSEDIAAN

Pernyataan standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban. dan ekuitas. standar ini diterapkan untuk seluruh entitas pemerintahan pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

AKUNTANSI PERSEDIAAN
Definisi  Persediaan
(Menurut Peraturan Pemerintah RI  No 71 Th. 2010)

    Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Ruang Lingkup Persediaan
PSAP 05 tentang persediaan diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
 
Aset Digolongkan kedalam Persediaan Apabila :
  • Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah;
  • Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
  • Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
  • Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan;

KEBIJAKAN AKUNTANSI
Kebijakan akuntansi pos persediaan dalam Laporan Keuangan mencakup:
  • Pengakuan
  • Pengukuran
  • Pengungkapan
  • Pengakuan Persediaan
    • Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.
    • Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah.
  • Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
  • Pengukuran Persediaan
Persediaan  disajikan sebesar:
  • Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian
  • Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri
  • Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan
Pengukuran Persediaan, dapat dilihat pada gambar berikut :
  • Pengungkapan Persediaan
  • Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kpd masyarakat
Jenis, jumlah dan nilai persediaan dalam kondisi rusak atau usang

Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan.
Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.


PELAPORAN PERSEDIAAN
  • Penyajian Persediaan dalam Neraca.
  •     Persediaan disajikan di neraca sebesar nilai moneternya
  • Pengungkapan Persediaan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
  • Jenjang Pelaporan Persediaan




Kamis, 12 Juli 2012

Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan

Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan (Income Approach) berdasarkan pada pola pikir hubungan antara pendapatan dari properti dan nilai dari properti itu sendiri.



Nilai dari properti tergantung pada kemampuan properti itu untuk menghasilkan keuntungan. Metode ini dikenal juga sebagai metode kapitalisasi karena pendapatan bersih yang dihasilkan oleh suatu properti dikapitalisasi menjadi nilai kini melalui perhitungan matematis yang disebut dengan kapitalisasi

Formula yang mendasari metode ini adalah
                                              I

                                  V  =  ---------
R
Dimana, V= Nilai, I = Pendapatan, R= tingkat bunga

Tahapan proses penilaian dengan metode pendekatan kapitalisasi pendapatan adalah sebagai berikut :

1. Menghitung pendapatan kotor dari property (Gross income potensial)
2. Pendapatan kotor dikurangi kekosongan & kerugian gedung
3. Diperoleh pendapatan kotor efektif (efektif gross income)
4. Pendapatan kotor efektif dikurangi biaya operasional (operating expenses)
5. Diperoleh pendapatan bersih property (net operating income)
6. Diproses dengan :

- Teknik penyisaan tanah

- Teknik penyisaan bangunan

- Teknik penyisaan properti


Atau dapat disimpulkan langkah-langkah dasar yang dilakukan, yaitu :

1. Menghitung pendapatan kotor

2. Menghitung biaya-biaya

3. Menghitung Pendapatan bersih tahunan

4. Proses kapitalisasi

Metode kapitalisasi pendapatan dapat menggunakan beberapa cara, yaitu :

1. GIM (gros income multiplier)
2. Metode Arus kas (discounted cash flow)
3, Metode Pengembangan Tanah (land development method)
4. Teknik Penyisaan (the residual method)

Senin, 09 Juli 2012

KONSEP DASAR


the approach to standards should be by way of the broad function of accounting so that the standards formulated may be relevant thereto, and by way of the basic concepts or assumption underlying accounting so that the standards formulated may be well grounded. (paton and littleton, 1970)

karena panalaran dalam perekayasaan pelaporan keuangan bersifat deduktif dan normatif, penyimpulan harus dimulai dari suatu premis atau asumsi yang disepakati dan dianggap valid tanpa harus diuji kebenarannya. akan tetapi ada keyakinan bahwa premis tersebut bermanfaat untuk landasan pengembangan rerangka konseptual.

Konsep yang dianut dan dijadikan dasar dalam penalaran dan perekayasaan. Disebut dasar karena kalau dianut akan mempunyai implikasi tertentu. Standar pada umumnya dilandasi konsep dasar tertentu. Disebut dengan berbagai nama:
  • Postulat (postulates)
  • Asumsi dasar (basic assumptions)
  • Sifat dasar (basic features)
  • Prinsip mendasar/umum (pervasive/broad principles)
  • Aksioma (axioms)
  • Doktrin (doctrines)
  • Konvensi (conventions)
  • Fundamental (fundamentals)
  • Premis dasar (basic premises)
  • Kendala (constraints)

FASB menyebut beberapa konsep seperti:
1. conservatism
2. substance over form
3. accrual basis

IAI mengadopsi rerangka konseptual IASC yaitu ada 2 konsep:
1. accual bassis
2. going concern

Paul grady dengan 10 konsep:
1. a society and government structure honoring private property right.
2. specific business entities
3. going concern
4. monetary expression in account
5. consistency between periods for the same entity
6. diversity in entity among independent entity
7. coservatism
8. dependability of data throught internal control
9. materiality
10. timeliness in financial reporting requires estimates

APB (accounting principles board)
  1. Accounting Entity
  2. going concern
  3. measurement of economic resources and obligation)
  4. time periods
  5. measurement in term of money
  6. accrual
  7. exchange price
  8. approximation
  9. judgment
  10. general purpose financial information
  11. fundamentally related financial statements
  12. subtance over form
  13. materiality
Wolk tearney dan dodd:
1. going concern
2. time periods
3. accounting entity
4. monetary unit

Anthony, Hawkins dan Merchant
Basis dalam membahas isi, bentuk, susunan, dan arti penting statemen keuangan.
Pelandas neraca dan pelandas laba-rugi

Paton & Littleton
Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan dipandang sebagai badan atau orang yang:
berdiri sendiri,
bertindak atas namanya sendiri, dan
terpisah dari pemilik.
Secara Administratif dan Yuridis
Secara Ekonomik
Implikasi?



Jumat, 06 Juli 2012

ASET / AKTIVA



I. PENGERTIAN
Setiap item nilai ekonomi yang dimiliki oleh seorang individu atau perusahaan, terutama yang dapat dikonversi menjadi kas. Contohnya adalah uang tunai, surat berharga, piutang, persediaan, kantor peralatan, real estate, mobil, dan lainnya properti.
FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No 6, prg 25):
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a perticular entity as a result of past transactions or events. (Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)
Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:
An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise. (Aset adalah suatu sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai hasil kejadian masa lalu yang mana manfaat ekonomis masa depan diharapakan didapatkan oleh perusahaan.)
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut:
Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a result of past transaction or other past events. (Aset adalah potensial jasa atau manfaat ekonomis yang dikendalikan oleh pelaporan entitas sebagai hasil transaksi masa lalu atau kejadian masa lalu lainnya.)
Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi yang lain luas karena aset dinilai mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari akt ivitas operasional perusahaan. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif.
Perusahaan biasanya menggunakan aktiva untuk memproduksi barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keperluan pelanggan; berhubung barang atau jasa ini dapat memuaskan kebutuhan dan keperluan ini, pelanggan bersedia membayar sehingga memberikan sumbangan kepada arus kas perusahaan. Kas sendiri memberikan jasa kepada perusahaan karena kekuasaannya terhadap sumber daya yang lain.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva dapat mengalir ke dalam perusahaan dengan beberapa cara. Misalnya, aktiva dapat:
  1. digunakan baik sendiri maupun bersama aktiva lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh perusahaan;
  2. dipertukarkan dengan aktiva lain;
  3. digunakan untuk menyelesaikan kewajiban; atau
  4. dibagikan kepada para pemilik perusahaan.
Banyak aktiva, misalnya, aktiva tetap memiliki bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik tersebut tidak esensial untuk menentukan eksistensi aktiva; karena itu, paten dan hak cipta, misalnya, merupakan aktiva kalau manfaat ekonomi yang diperoleh perusahaan di masa depan dan kalau masing- masing aktiva tersebut dikuasai perusahaan.
Banyak aktiva, misalnya, piutang dan properti, dihubungkan dengan hak menurut hukum, termasuk hak milik. Dalam menentukan eksistensi aktiva, hak milik tidak esensial; jadi, misalnya, properti yang diperoleh melalui sewa guna usaha adalah aktiva jika perusahaan mengendalikan manfaat yang diharapkan dari properti tersebut. Meskipun kemampuan perusahaan untuk mengendalikan manfaat biasanya berasal dari hak menurut hukum suatu barang atau jasa dapat memenuhi definisi aktiva meskipun tidak dikuasai berdasarkan hukum. Misalnya, pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas pengembangan dapat memenuhi definisi aktiva jika, dengan merahasiakan pengetahuan tersebut, perusahaan menikmati manfaat yang diharapkan dari pengetahuan tersebut.
Aktiva perusahaan berasal dari transaksi atau peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Perusahaan biasanya memperoleh aktiva melalui pembelian atau produksi sendiri, tetapi transaksi atau peristiwa lain juga dapat menghasilkan aktiva; misalnya properti yang diterima perusahaan dari pemerintah sebagai bagian dari program untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dalam suatu wilayah. Transaksi atau peristiwa yang diharapkan terjadi di masa depan tidak dengan sendirinya memunculkan aktiva; oleh karena itu, misalnya, maksud untuk membeli persediaan tidak dengan sendirinya memenuhi definisi aktiva.
Ada hubungan erat antara terjadinya pengeluaran dan timbulnya aktiva, tetapi kedua peristiwa ini tidak perlu harus terjadi bersamaan. Oleh karena itu, kalau perusahaan melakukan pengeluaran, peristiwa ini memberikan bukti bahwa perusahaan tersebut mengejar manfaat ekonomi tetapi belum merupakan bukti konklusif bahwa suatu barang atau jasa yang memenuhi definisi aktiva telah diperoleh. Sama halnya dengan tidak adanya pengeluaran yang bersangkutan tidak mengecualikan suatu barang atau jasa memenuhi definisi aktiva dan dengan demikian terdapat kemungkinan untuk diakui pencantumannya dalam neraca; misalnya, barang atau jasa yang telah didonasikan kepada perusahaan memenuhi definisi aktiva.
Berdasar uraian diatas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset, yaitu:
  1. Manfaat ekonomik yang datang cukup pasti
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena daya belinya atau daya tukarnya. Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi kewajiban.
  1. Dikuasai atau dikendalikan entitas
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Oleh, karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini berarti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Hal ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance over form). Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna yuridis atau legal.
  1. Timbul akibat transaksi masa lalu
Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset. Aset harus timbul akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi. Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Misalnya perubahan tingkat bunga, punyusutan atau kecelakaan.
Menurut PSAK No. 09; dalam praktek, yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar adalah aktiva yang diharapkan dapat direalisasikan dalam waktu satu tahun atau dalam siklus operasi normal perusahaan, yang mana yang lebih lama.
Meskipun pendekatan ini digunakan sebagai peraturan umum, tidak menutup kemungkinan bahwa ada aktiva tertentu yang dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari aktiva lancar berdasarkan kriteria yang berbeda. Oleh sebab itu, klasifikasi lancar dan tak lancar di dalam praktek lebih berdasarkan pada konvensi dan bukan pada suatu konsep tertentu.
Menurut PSAK No. 13; Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Persediaan dan aktiva tetap bukan merupakan investasi.
Investasi Lancar adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama setahun atau kurang.
Investasi Jangka Panjang adalah investasi selain investasi lancar.
Investasi Properti adalah investasi pada tanah atau bangunan yang tidak digunakan atau dioperasikan oleh perusahaan yang berinvestasi atau perusahaan lain dalam grup yang sama dengan perusahaan yang berinvestasi.
Investasi Dagang adalah investasi yang ditujukan untuk mempermudah atau mempertahankan bisnis atau hubungan perdagangan.
Menurut PSAK No. 14; Persediaan adalah aktiva:
(a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
(b) dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau
(c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya, barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakupi barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Menurut PSAK No. 16; Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Menurut PSAK No. 19; Aktiva tak berwujud adalah aktiva tidak lancar (noncurrent atau capital asset) yang tidak berwujud dan nilainya tergantung pada hak-hak yang dinikmati pemiliknya. Ciri khas aktiva tak berwujud yang paling utama adalah tingkat ketidakpastian mengenai nilai dan manfaatnya di kemudian hari. Aktiva tak berwujud ada dan mempunyai nilai karena eksistensinya yang berkaitan dengan aktiva berwujud perusahaan.
Menurut PSAK No. 30; Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Finance Lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala; Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, di mana Penyewa Guna Usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama; Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha di mana Penyewa Guna Usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha; Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa Guna Usaha (lessor).
Menurut PSAK No. 43; Anjak Piutang adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha. Klien adalah perusahaan yang menjual dan atau mengalihkan piutang. Factor adalah lembaga pembiayaan atau lembaga lain yang membeli dan atau menerima pengalihan piutang. Nasabah adalah perusahaan yang mempunyai kewajiban kepada klien Retensi adalah bagian dana dari anjak piutang yang ditahan oleh factor untuk menutup kemungkinan terjadinya penyesuaian jumlah piutang sebelum jatuh tempo (misalnya, potongan dan pengembalian penjualan). Recourse adalah hak factor untuk menerima pembayaran dari klien apabila piutang yang dialihkan tidak dapat dibayar oleh nasabah pada saat piutang tersebut jatuh tempo.
Menurut PSAK No. 47; Tanah adalah aktiva berwujud yang diperoleh siap pakai atau diperoleh lalu disempurnakan sampai siap pakai dalam operasi entitas dengan manfaat ekonomik lebih dari setahun, dan tidak dimaksud untuk diperjualbelikan dalam kegiatan operasi normal entitas.

II. PENGGOLONGAN
Aset / Aktiva juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Aset Lancar / Aktiva Lancar / Current Assets
Aset lancar adalah:
  • harta yang berbentuk uang tunai maupun aktiva lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang tunai dalam jangka satu tahun.
  • kas dan aset lainnya yang diharapkan dapat dikonversi menjadi kas, dijual, atau dikonsumsi baik dalam satu tahun atau dalam siklus operasi (mana yang lebih lama), tanpa mengganggu operasi normal bisnis.
Contoh : piutang dagang, biaya atau beban dibayar di muka, surat berharga, kas, emas batangan, persediaan barang dagang, pendapatan yang akan diterima, dan lain sebagainya (termasuk disini adalah investasi jangka pendek).
  1. Aset Investasi / Aktiva Ivestasi / Investment Assets
Aset Investasi adalah harta yang diinvestasikan pada produk-produk investasi untuk mendapatkan keuntungan. Contoh : Reksadana, saham, obligasi, dan lain-lain (termasuk disini adalah investasi jangka panjang).
  1. Aset Tak Berwujud / Intangible Assets
Aset tak berwujud adalah aset yang tidak memiliki bentuk tetapi sah dimiliki perusahaan dan dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Contoh : Merk dagang, hak paten, hak cipta, hak pengusahaan hutan / hph, franchise, goodwill, dan lain sebagainya.
  1. Aset Tetap / Aktiva Tetap / Fixed Assets
Aset tetap adalah harta yang menunjang kegiatan operasional perusahaan yang sifatnya permanen kepemilikannya. Contoh : Gedung, mobil, mesin, peralatan dan perlengapan kantor, dan lain-lain.
  1. Aset Lainnya / Other Assets
Aset lainnya adalah perkiraan atau akun yang tidak dapat dikategorikan pada harta atau aset di atas baik dalam bentuk aset tetap, aset investasi, aset tak berwujud dan aset lancar. Contoh : Mesin rusak, uang jaminan, harta yang masih dalam proses kepengurusan yang sah, dan lain-lain.

(PSAK No. 01) Suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut:
  1. diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan; atau
  2. dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisisr dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca; atau
  3. berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi;
Aktiva yang tidak termasuk kategori tersebut diatas diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar.
Siklus operasi perusahaan merupakan rata-rata jangka waktu antara perolehan bahan baku memasuki proses dan realisasinya menjadi kas atau instrumen yang siap dijadikan kas. Aktiva lancar termasuk persediaan dan piutang dagang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi perusahaan walaupun aktiva tersebut tidak diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. Surat berharga diklasifikasikan sebagai aktiva lancar apabila surat berharga tersebut diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca dan jika lebih dari dua belas bulan diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar. Untuk tujuan pengklasifikasian ini, siklus operasi diasumsikan satu tahun kecuali untuk kegiatan atau industri tertentu dimana jangka waktu yang lebih panjang jelas lebih layak.
Menurut PSAK No. 9 Aktiva lancar antara lain meliputi:
  1. Kas dan bank.
    1. Yang dimaksud dengan kas ialah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.
    2. Yang dimaksud dengan bank adalah sisa rekening giro perusahaan yang dapat dipergunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.
    3. Pos-pos berikut ini tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari kas dan bank pada neraca: dana yang disisihkan untuk tujuan tertentu;
- persediaan perangko,
- cek mundur,
- cek kosong dari pihak ketiga,
- rekening giro pada bank di luar negeri yang tidak dapat segera dipakai.
    1. Kas dan bank yang penggunaannya dibatasi dapat dimasukkan dalam aktiva lancar hanya jika pembatasan tersebut dilakukan untuk menyisihkan dana untuk melunasi kewajiban jangka pendek atau jika pembatasan tersebut hanya berlaku selama satu tahun.
    2. Saldo kredit pada perkiraan bank disajikan pada kelompok kewajiban sebagai kewajiban jangka pendek. Saldo kredit dan debit rekening giro pada bank yang sama dapat digabung dan disajikan pada neraca sebagai satu kesatuan.
(b) Surat-surat berharga yang mudah dijual dan tidak dimaksudkan untuk ditahan.
  1. Surat berharga yang mudah dijual merupakan bentukpenyertaan sementara dalam rangka pemanfaatan dana yang tidak digunakan.
  2. Bentuk penyertaan sementara ini harus mempunyai sifat sebagai berikut:
- Mempunyai pasaran dan dapat diperjualbelikan dengan segera.
- Dimaksudkan untuk dijual dalam jangka waktu dekat bila terdapat kebutuhan dana untuk kegiatan umum perusahaan,
- Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain.
(c) Deposito jangka pendek.
(d) Wesel tagih yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun.
(e) Piutang.
  1. Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha normal perusahaan digolongkan sebagai piutang lainlain. Piutang usaha dan piutang lain-lain yang diharapkan dapat tertagih dalam satu tahun atau siklus usaha normal, diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Kadang-kadang seluruh piutang usaha diklasifikasikan sebagai aktiva lancar tanpa memandang jangka waktu tertagihnya. Dalam kasus demikian, jumlah piutang usaha yang jangka waktu penagihannya lebih dari satu tahun atau siklus usaha normal, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
  2. Piutang yang diperkuat dengan promes disebut wesel.
  3. Piutang usaha, wesel tagih dan piutang lain-lain harus disajikan secara terpisah dengan identifikasi yang jelas.
  4. Piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih.
  5. Saldo kredit piutang individual jika jumlahnya material harus disajikan dalam kelompok kewajiban.
  6. Jumlah piutang yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
  7. Kewajiban bersyarat dalam hubungannya dengan penjualan piutang yang disertai perjanjian untuk dibeli kembali (sale of accounts receivable/notes receivable discounted with recourse) kepada suatu lembaga keuangan harus dijelaskan secukupnya.
(g) Persediaan.
(h) Pembayaran uang muka untuk pembelian aktiva lancar.
(i) Pembayaran pajak di muka
(j) Biaya dibayar di muka.
  1. Biaya dibayar di muka dimaksudkan sebagai biaya yang telah terjadi, yang akan digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang, misalnya: premi asuransi, bunga, alat tulis dan keperluan kantor dan lain sebagainya.
  2. Bagian dari biaya dibayar di muka yang akan memberikan manfaat untukbeberapa periode kegiatan diklasifikasikan sebagai aktiva tak lancar.
Pos-pos berikut ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai aktiva lancar:
  1. Kas/bank maupun sumber lain yang dibatasi penggunaannya, seperti dana yang disisihkan untuk perolehan aktiva tetap atau pelunasan kewajiban jangka panjang;
  2. Pernyertaan dalam surat berharga atau pembayaran uang muka dengan maksud untuk menguasai atau melakukan afiliasi dengan perusahaan lain;
  3. Piutang lain-lain yang timbul dari transaksi di luar kegiatan utama perusahaan yang tidak diharapkan pencairannya dalam jangka waktu satu tahun, seperti uang muka pada pemegang saham atau direksi;
  4. Aktiva yang dapat disusutkan maupun aktiva tetap lainnya.
Pengklasifikasian investasi menurut PSAK No. 13; Kebanyakan perusahaan menyajikan neraca yang membedakan aktiva lancar dengan aktiva jangka panjang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 9 tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek.
Investasi lancar termasuk dalam aktiva lancar. Kenyataan bahwa investasi yang dapat dipasarkan telah dimiliki lebih dari satu tahun tidak membatasi penyajiannya sebagai aktiva lancar.
Investasi yang dimiliki terutama untuk melindungi, mempermudah atau mempertahankan bisnis atau hubungan perdagangan, sering disebut investasi dagang, tidak dilakukan dengan maksud bahwa investasi tersebut akan tersedia sebagai sumber kas tambahan sehingga digolongkan sebagai aktiva jangka panjang.
Investasi lain, seperti investasi pada properti, dimaksudkan untuk dimiliki selama beberapa tahun untuk mendapatkan penghasilan dan capital gain. Oleh karena itu investasi tersebut digolongkan sebagai aktiva jangka panjang meskipun dapat dipasarkan.
Beberapa perusahaan tidak membedakan antara aktiva lancar dan jangka panjang, dan perusahaan lain mungkin disyaratkan oleh peraturan untuk mengadopsi format neraca yang tidak diklasifikasikan (unclassified). Banyak perusahaan seperti itu bergerak dalam bidang keuangan, seperti bank dan perusahaan asuransi.
Klasifikasi aktiva tak berwujud menurut PSAK No. 19; Aktiva tak berwujud dibedakan menurut sifat kekhususan, masa manfaat, metode amortisasi dan hubungannya dengan kegiatan usaha. Berdasarkan eksistensinya, aktiva tak berwujud dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori:
    1. Aktiva tak berwujud yang eksistensinya dibatasi oleh ketentuan perundangundangan, peraturan pemerintah, perjanjian yang dibuat antara para pihak atau sifat dari aktiva tersebut, misalnya hak paten, hak sewa, hak cipta, franchise yang terbatas, lisensi.
    2. Aktiva tak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas dan tidak dapat dipastikan masa berakhirnya, misalnya merk dagang, proses dan formula rahasia, perpetual franchise, goodwill.
Menurut PSAK No. 30; Jenis-jenis sewa guna usaha yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenis sewa guna usaha yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut, adalah sebagai berikut:
  1. Finance Lease (Sewa Guna Usaha Pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek transaksi sewa guna usaha.Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala di mana jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan sewa guna usaha.
  1. Operating Lease (Sewa-Menyewa Biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewa guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang disewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance lease, perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggungjawab atas biaya-biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
  1. Sales-Type Lease (Sewa Guna Usaha Penjualan)
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease) di mana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini seringkali merupakan suatu jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.
  1. Leveraged Lease
Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha.

III. PENGAKUAN
entitas mengakui aset keuangan atau kewajiban keuangan pada neraca jika, dan hanya jika, entitas tersebut menjadi pihak dengan ketentuan kontrak dari instrument..
Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan tersebut. Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keterpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Adapun kondisi perlu dan kondisi cukup yang merupakan penguji yang cukup rinci untuk mengakui aset:
  1. Deteksi adanya aset. Untuk mengakui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset.
  2. Sumber ekonomik dan kewajiban. Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, dibutuhkan, dan berharga.
  3. Berkaitan dengan entitas. Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
  4. Mengandung nilai. Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang dapat ditentukan besarnya secara moneter.
  5. Berkaitan dengan waktu pelaporan. Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan.
Apa yang dikemukakan diatas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan kaidah pengakuan yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Masalah akuntansi yang menyangkut pengakuan biasanya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi, kejaian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan. Hal ini biasanya berkaitan dengan antara lain: sewaguna, bunga selama masa konstruksi aset tetap, riset dan pengembangan, eksplorasi minyak dan gas bumi, rugi selisih kurs valuta asing, dan sumber daya manusia.
Dalam PSAK No. 14; Jika barang dalam persediaan dijual maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi bersih dan seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi bersih, harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut.
Proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan pendapatan. Beberapa persediaan dapat dialokasikan ke rekening aktiva lainnya seperti misalnya persediaan yang digunakan sebagai komponen aktiva tetap yang dibangun sendiri, pabrik atau peralatan. Persediaan yang dialokasikan ke aktiva lain dengan cara ini diakui sebagai beban selama masa manfaat aktiva tersebut.
Dalam PSAK No. 16; Suatu aktiva tetap harus diakui sebagai aktiva jika:
      1. besar kemungkinan (probable) manfaat ekonomi masa datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke perusahaan; dan
      2. biaya perolehan aktiva dapat diukur secara andal.
Aktiva tetap sering merupakan suatu bagian utama aktiva perusahaan, oleh karena itu signifikan dalam penyajian posisi keuangan. Lebih lanjut, penentuan apakah suatu pengeluaran merupakan suatu aktiva atau beban dapat berpengaruh signifikan pada hasil operasi yang dilaporkan perusahaan.
Dalam menentukan apakah suatu hal memenuhi kriteria pertama untuk pengakuan, suatu perusahaan harus menilai tingkat kepastian aliran manfaat ekonomi masa datang berdasarkan bukti yang tersedia pada waktu pengakuan awal. Adanya kepastian yang cukup bahwa manfaat ekonomi masa datang akan mengalir ke perusahaan membutuhkan suatu kepastian bahwa perusahaan akan menerima imbalan dan menghadapi risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika risiko dan imbalan telah diterima perusahaan. Sebelum hal tersebut terjadi, transaksi untuk memperoleh aktiva dapat dibatalkan tanpa sanksi yang signifikan, dan jika demikian kondisinya maka aktiva tidak diakui.
Kriteria kedua untuk pengakuan biasanya dapat dipenuhi langsung karena transaksi pertukaran mempunyai bukti pembelian aktiva yang mengindefikasi biaya perolehannya. Dalam keadaan suatu aktiva dikonstruksi sendiri, pengukuran yang andal atas biaya dapat dibuat dari transaksi dengan pihak eksternal untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja, dan masukan lain yang digunakan dalam proses konstruksi.
Dalam mengindentifikasi suatu aktiva terpisah dari aktiva tetap, dibutuhkan pertimbangan dalam mengaplikasikan kriteria yang ada dalam definisi untuk keadaan khusus atau jenis perusahaan tertentu. Mungkin tepat untuk menyajikan secara agregat pos individu yang tidak signifikan (seperti cetakan, peralatan dan perkakas) dan menerapkan kriteria tersebut pada nilai agregatnya. Kebanyakan suku cadang dan peralatan pemeliharaan biasanya dianggap sebagai persediaan dan diakui sebagai beban pada saat dikonsumsi. Namun, suku cadang utama dan peralatan siap pakai dikualifikasi sebagai aktiva tetap jika perusahaan mengharapkan untuk menggunakannya selama lebih dari satu periode. Demikian pula jika suku cadang dan peralatan reparasi dapat digunakan hanya dalam hubungannya dengan aktiva tetap tertentu dan penggunaannya diperkirakan tidak teratur, maka suku cadang dan peralatan reparasi tersebut dibukukan sebagai aktiva tetap dan disusutkan sepanjang periode waktu yang tidak melebihi masa manfaat dari aktiva yang berhubungan.
Dalam keadaan tertentu, adalah tepat untuk mengalokasikan total pengeluaran suatu aktiva pada komponennya dan membukukan biaya perolehan masing-masing komponen secara terpisah. Hal ini dilakukan jika komponen aktiva memiliki masa manfaat berbeda atau menyediakan manfaat bagi perusahaan dengan pola yang berbeda sehingga memerlukan penggunaan tarif dan metode penyusutan yang berbeda. Contohnya sebuah pesawat terbang dan mesinnya harus diperlakukan sebagai aktiva yang terpisah jika memiliki masa manfaat yang berbeda.
Aktiva tetap dapat diperoleh untuk alasan keamanan atau lingkungan. Perolehan aktiva tetap yang tidak secara langsung meningkatkan manfaat ekonomi masa datang dari suatu aktiva tetap yang ada, mungkin diperlukan perusahaan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa datang dari aktiva yang lain. Dalam keadaan ini, perolehan aktiva tetap semacam itu memenuhi kualifikasi pengakuan aktiva, karena memungkinkan diperolehnya manfaat ekonomi masa depan yang lebih dari aktiva yang berkaitan jika dibandingkan dengan tidak diperolehnya aktiva tetap tersebut. Tetapi, aktiva tersebut hanya diakui sepanjang hasil nilai tercatat tersebut dan aktiva yang berkaitan tidak melebihi jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari aktiva. Sebagai contoh, perusahaan kimia harus memasang sarana pengendali zat kimia (chemical handling processes) tertentu yang baru untuk memenuhi persyaratan lingkungan hidup pada produksi dan penyimpanan bahan kimia yang berbahaya; peningkatan pabrik yang berkaitan diakui sebagai aktiva sepanjang dapat diperoleh kembali, karena tanpa sarana tersebut perusahaan tidak dapat memproduksi dan menjual bahan kimia.
Dalam PSAK No. 19; Aktiva tidak berwujud diakui jika, dan hanya jika:
    1. kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aktiva tersebut; dan
    2. biaya perolehan aktiva tersebut dapat diukur secara andal.
Suatu aktiva tak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan. Jika diperoleh secara terpisah, biaya biasanya dapat diukur secara andal. Hal itu akan tampak jelas jika pembayaran dilakukan dalam bentuk uang tunai atau aktiva moneter lainnya. Jika pembayaran untuk ditangguhkan sampai melebihi periode penjualan kredit yang normal, biaya perolehannya adalah setara nilai tunainya. Jika diperoleh dengan cara menukarkannya dengan instrumen ekuitas perusahaan pelapor, biaya perolehan aktiva tersebut adalah nilai wajar instrumen ekuitas yang diterbitkan, yaitu sama dengan nilai wajar aktiva tersebut.
Menurut PSAK No. 30;
Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)
        1. Finance Lease
  1. Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai penanaman neto sewa guna usaha. Jumiah penanaman neto tersebut terdiri dari jumlah piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha dikurangi dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income), dan simpanan jaminan (security deposit).
  2. Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan diperlakukan sebagai pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
  3. Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat pengembalian berkala (periodic rate of retum) atas penanaman neto perusahaan sewa guna usaha.
  4. Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman neto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
  5. Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi Sewa Guna Usaha harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
        1. Operating Lease
  1. Barang modal yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
  2. Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
  3. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilakukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
  4. Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan.
Perlakuan Akuntansi oleh Penyewagunausaha (Lessee)
  1. Capital Lease
  1. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
  2. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha.
  3. Aktiva yang disewagunausaha harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
  4. Kalau aktiva yang disewagunausaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
  5. Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
  6. Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.
  1. Sewa Menyewa Biasa {Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
Menurut PSAK No. 43; Bagi Factor; Anjak piutang tanpa recourse diakui sebagai tagihan anjak piutang sebesar nilai piutang yang diperoleh. Selisih antara tagihan anjak piutang dengan jumlah pembayaran kepada klien ditambah retensi diakui sebagai pendapatan anjak piutang pada saat transaksi anjak piutang. Tagihan anjak piutang tanpa recourse dinyatakan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi. Sedangkan retensi diakui sebagai hutang retensi anjak piutang dan disajikan dalam neraca sebagai kewajiban.
Anjak piutang dengan recourse diakui sebagai tagihan anjak piutang sebesar nilai piutang yang diperoleh. Selisih antara tagihan anjak piutang dengan jumlah pembayaran kepada klien ditambah retensi diakui sebagai pendapatan tangguhan selama periode anjak piutang. Tagihan anjak piutang dengan recourse dinyatakan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi dan retensi disajikan sebagai pengurang tagihan anjak piutang.
Bagi Klien; Anjak piutang tanpa recourse diperlakukan sebagai penjualan piutang. Selisih antara nilai piutang alihan dengan jumlah dana yang diterima ditambah retensi diakui sebagai kerugian atas transaksi anjak piutang. Kerugian atas transaksi anjak piutang tanpa recourse diakui sebagai beban pada saat transaksi disajikan dalam laporan laba rugi sebagai beban usaha. Dana yang ditahan (retensi) oleh factor dalam rangka anjak piutang tanpa recourse diakui sebagai piutang retensi anjak piutang dan disajikan dalam neraca sebagai aktiva lancar.
Anjak piutang dengan recourse diakui sebagai kewajiban anjak piutang sebesar nilai piutang yang dialihkan. Selisih antara nilai piutang yang dialihkan dengan dana yang diterima ditambah retensi diakui sebagai beban bunga selama periode anjak piutang. Kewajiban anjak piutang disajikan dalam neraca sebesar nilai piutang yang dialihkan dikurangi retensi dan beban bunga yang belum diamortisasi.
Menurut PSAK No. 47; Biaya perolehan Aktiva Tetap Tanah yang dibangun sendiri merupakan akumulasi seluruh biaya perolehan dan pengembangan tanah, berupa biaya pematangan tanah, di luar Beban Tangguhan akibat biaya legal pengurusan hak.
Tanah pada awalnya diukur berdasar biaya perolehan. Pengeluaran untuk memperoleh tanah diakui secara terpisah dari pengeluaran legal hak atas tanah. Apabila tanah diperoleh cuma-cuma, pengakuan awal terdiri dari harga wajar sesuai paragraf 13 Standar ini, ditambah unsur biaya legal saja.
Komponen Biaya
Biaya perolehan tanah antara lain meliputi:
            1. Harga transaksi pembelian tanah termasuk tanaman, prasarana, bangunan diatasnya yang harus dibeli kemudian dimusnahkan. Bila tidak dimusnahkan, menggunakan paragrap 10. Harga tanah berasal dari sumbangan diatur pada paragraf 13.
            2. Biaya konstruksi atau pembuatan tanah, bila lahan tanah diciptakan.
            3. Biaya ganti rugi penghuni, biaya relokasi.
            4. Biaya pembelian tanah lain sebagai pengganti.
            5. Biaya komisi perantara jual beli tanah.
            6. Biaya pinjaman terkapitalisasi kedalam tanah.
            7. Biaya pematangan tanah.
Beban Tangguhan untuk pengurusan legal Hak Atas Tanah antara lain meliputi:
  1. Biaya legal audit seperti pemeriksaan keaslian sertifikat tanah, rencana tata kota.
  2. Biaya pengukuran-pematokan- pemetaan ulang.
  3. Biaya notaris, biaya jual beli & PPAT.
  4. Pajak terkait pada jual - beli tanah.
  5. Biaya resmi yang harus dibayar ke Kas Negara, untuk perolehan hak, perpanjangan atau pembaharuan Hak baik status maupun peruntukan.
Karena sifatnya berbeda dengan Beban Tangguhan yang lain, dan mempunyai hubungan erat dengan aktiva Tanah, serta mempunyai pola amortisasi sendiri, maka penyajian di neraca dipisahkan dari Beban Tangguhan yang lain.

IV. PENGUKURAN / PENILAIAN
Ketika suatu aset keuangan atau kewajiban keuangan diakui awalnya, suatu entitas harus ukur pada nilai wajarnya ditambah, dalam hal aset keuangan atau kewajiban keuangan tidak pada nilai wajar melalui laporan laba atau rugi, biaya transaksi yang langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau masalah dari aset keuangan atau kewajiban keuangan.
Nilai wajar adalah jumlah di mana suatu aset dapat dipertukarkan, atau kewajiban diselesaikan, antara luas, pihak bersedia transaksi di's panjang lengan. Dalam praktiknya, pemerolehan aset merupakan proses yang tidak terjadi begitu saja selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri atas serngkaian kegiatannya misalnya, menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang, mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan barang tersebut. Kos yang melekat pada suatu objek ditentukan oleh batas kegiatan pemerolehan dan jenis penghargaan.
Secara konseptual, pembentuk kos suatu aset adalah semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau yang diperlukan akibat kegiatan pemerolehan suatu aset sampai tia ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan pemerolehannya.
Barter atau pertukaran aset adalah pemerolehan aset (biasanya aset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargaan berupa aset berwujud atau nonmoneter lainnya. Atas dasar penalaran, terdapat beberapa prinsip penentuan kos aset yang diterima dalam barter atau pertukaran, yaitu:
  1. pertukaran taksejenis, tanpa pembayaran tombok
  2. pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok
  3. pertukaran sejenis, tanpa pembayaran tombok
  4. pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok
  5. pertukaran sejenis, dengan penerimaan tombok
Cara penentuan kos adalah unik untuk berbagai jenis transaksi, tidak hanya untuk jenis transaksi barter, namun juga untuik jenis-jenis transaksi seperti saham sebagai penghargaan, reorganisasi, hadiah/hibah, temuan, dan pembelian kredit.
Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai dan keringanan-keringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Potongan dan keringanan merupakan suatu hal yang sudah menjadi kebiasaan umum dalam kegiatan usaha. Dalam perusahaan yang dikelola dengan baik, melewatkan potongan merupakan suatu kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian.
Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasikan oleh biaya, kos mengalami penghimpunan, penggabungan, dan reklasifikasi. Kos yang terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset terbeut belum dikeluarkan sebagai biaya. Akan tetapi, karena suatu kondisi tertentu dapat terjadi bahwa suatu potensi jasa tertentu tidak lagi mempunyai kemampuan untuk menghasikan pendapatan. Dalam kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa manfaat ekonomik telah hangus dan merupakan rugi.
Penilaian adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu pos aset pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada periode tertentu. tujuan dari penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Penilaian dapat didasarkan pada nilai masukan atau nilai keluaran, tergantung pada tujuan merepresentasi aset.
Nilai masukan didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha. Nilai masukan secara konservatif menunjukkan nilai maksimum objek atau jasa yang bersangkutan. Beberapa dasar dalam penilaian yang masuk dalam kategori nilai masukan adalah; kos historis, kos pengganti, dan kos harapan.
Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghargaan lainnya yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi jasa akhirnya keluar dari kesatuan usahamelalui pertukaran atau konversi. Terdapat beberapa prosedur penilaian dalam kategori nlai keluaran, yaitu:harga jual masa lalu, harga jual sekarang, dan nilai terealisasi harapan.
Tanpa memperhatikan sifat masukan dan keluaran, FASB menyarankan untuk tetap menggunakan makna penilaian yang sekarang dipraktikkan. FASB mengidentifikasi lima makna atau atribut yang dapat direpresentasikan dalam berbagai atribut penilaian. Bila dikaitkan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat disarikan berikut ini:
  1. Historical cost
  2. Current (replacement) cost
  3. Current market value
  4. Net Realizable value
  5. Present (or discounted) value of future cash flows
Menurut PSAK No. 14; Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value).
Biaya Persediaan
Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition).
Biaya Pembelian
Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), dan biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Dalam keadaan yang jarang terjadi, biaya pembelian yang meliputi selisih valuta asing yang timbul secara langsung dalam perolehan persediaan yang ditagih dalam valuta asing, diperkenankan sebagai perlakuan alternatif seperti yang diuraikan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 10 tentang Transaksi Dalam Mata Uang Asing. Selisih valuta asing tersebut terbatas pada yang ditimbulkan dari devaluasi atau depresiasi suatu mata uang yang cukup besar dan terhadap peristiwa tersebut tidak mungkin dilakukan hedging, dan membawa dampak pada hutang yang tidak dapat diselesaikan dan timbul dari perolehan persediaan yang baru saja dilakukan.(Namun, apabila tersedia kesempatan hedging sebelum devaluasi terjadi akan tetapi kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan maka selisih kurs yang timbul akibat devaluasi tidak boleh diperhitungkan sebagai bagian dari biaya pembelian).
Biaya Konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi dan biaya overhead produksi tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi barang jadi. Biaya overhead produksi tetap adalah biaya produksi tak langsung yang relatif konstan, tanpa memperhatikan volume produksi yang dihasilkan, seperti penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan peralatan pabrik, dan biaya manajemen dan administrasi pabrik. Biaya overhead produksi variabel adalah biaya yang berubah secara langsung, atau hampir secara langsung, mengikuti perubahan volume produksi, seperti bahan tak langsung dan upah tak langsung.
Pengalokasian biaya overhead produksi tetap ke biaya konversi didasarkan pada kapasitas normal fasilitas produksi. Kapasitas normal adalah produksi rata-rata yang diharapkan akan tercapai selama suatu periode atau musim dalam keadaan normal, dengan memperhitungkan hilangnya kapasitas selama pemeliharaan terencana.
Tingkat produksi aktual dapat digunakan bila mendekati kapasitas normal. Pembebanan biaya overhead produksi tetap pada setiap unit produk tidak bertambah sebagai akibat dari rendahnya produksi atau tidak terpakainya kapasitas pabrik. Biaya overhead yang tidak teralokasi diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Dalam periode produksi luar biasa tinggi, biaya overhead yang dialokasikan pada unit produk diturunkan, agar persediaan tidak dinilai di atas biaya. Biaya overhead produksi variabel dialokasikan pada unit produk atas dasar penggunaan fasilitas produksi yang sebenarnya.
Proses produksi mungkin menghasilkan lebih dari satu jenis produk secara serentak. Hal tersebut terjadi, misalnya, bila dihasilkan produk bersama (joint product) atau bila terdapat produk utama dan produk sampingan. Bila biaya konversi tidak dapat diidentifikasikan secara terpisah, biaya tersebut dialokasikan antar produk secara rasional dan konsisten. Pengalokasian misalnya dapat dilakukan berdasarkan perbandingan harga jual untuk masing masing produk, baik pada tahap proses produksi pada waktu produk telah dapat diidentifikasikan secara terpisah, atau pada saat produksi telah selesai. Sebagian besar produk sampingan, pada hakekatnya tidak material. Kalau kasusnya demikian, produk sampingan sering kali dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih dan nilai tersebut dapat dikurangkan pada biaya produk utama. Dengan demikian, nilai produk utama tidak berbeda secara material dari biayanya.
Biaya Lain-Lain
Biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Misalnya, dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk membebankan biaya overhead non produksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan khusus sebagai biaya persediaan.
Beberapa contoh biaya yang dikeluarkan dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode terjadinya adalah:
    1. jumlah pemborosan bahan, upah, atau biaya produksi lainnya yang tidak normal;
    2. biaya penyimpanan, kecuali biaya tersebut diperlukan dalam proses produksi sebelum dilanjutkan pada tahap produksi berikutnya;
    3. biaya administrasi dan umum yang tidak memberikan sumbangan untuk membuat persediaan berada dalam lokasi dan kondisi sekarang; dan
    4. biaya penjualan.
Dalam keadaan tertentu, biaya pinjaman (borrowing costs) dimasukkan sebagai biaya persediaan sesuai dengan Pernyataan akuntansi keuangan tentang hal tersebut.
Biaya Persediaan Pemberian Jasa
Biaya persediaan perusahaan jasa terutama meliputi upah dan biaya personalia lainnya yang secara langsung menangani pemberian jasa, termasuk tenaga penyelia, dan overhead yang diatribusikan. Upah dan biaya lainnya yang menyangkut personalia penjualan serta administrasi umum tidak termasuk sebagai biaya persediaan, tapi diakui sebagai beban pada periode terjadinya .
Teknik Pengukuran Biaya
Teknik pengukuran biaya persediaan, seperti metode biaya standar atau metode eceran (retail method), demi kemudahan, dapat digunakan bila hasilnya mendekati biaya historis. Biaya standar memperhitungkan tingkat normal penggunaan bahan dan perlengkapan (supplies), upah, efisiensi dan pemanfaatan kapasitas. Biaya standar ditelaah secara berkala dan, bila perlu, direvisi sesuai dengan kondisi terakhir.
Metode eceran sering kali digunakan dalam perdagangan eceran untuk menilai persediaan sejumlah besar barang yang berubah dengan cepat, dan memiliki margin yang tidak jauh berbeda sehingga tidak praktis kalau digunakan metode penetapan biaya lainnya. Biaya persediaan ditentukan dengan mengurangi harga jual persediaan dengan persentase margin bruto yang sesuai. Persentase tersebut digunakan dengan memperhatikan persediaan yang telah diturunkan nilainya (marked down) di bawah harga jual normal. Persentasi rata-rata sering digunakan untuk setiap departemen penjualan eceran yang menjual kelompok barang yang berbeda.
Rumus Biaya
Biaya persediaan untuk barang yang lazimnya tidak dapat diganti dengan barang lain (not ordinary interchangeable) dan barang serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek khusus harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing masing.
Yang dimaksud dengan identifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya ke barang tertentu yang dapat diidentifikasikan dalam persediaan. Cara ini merupakan perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk proyek khusus, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Namun demikian identifikasi khusus biaya tidak tepat bagi sejumlah besar barang homogen yang dapat menggantikan satu sama lain (ordinarily interchangeable). Dalam keadaan demikian, metode pemilihan barang yang masih berada dalam persediaan dapat digunakan untuk menentukan di muka dampaknya terhadap laba rugi periode berjalan.
Biaya persediaan, kecuali yang disebut di atas, harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weighted average cost method), atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO).
Formula MPKP/FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan perusahaan. Rumus MTKP/LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terdahulu.
Nilai Realisasi Bersih
Biaya persediaan mungkin tidak akan diperoleh kembali (recoverable) bila barang rusak, seluruh atau sebagian barang telah usang atau bila harga penjualan menurun. Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali jika estimasi biaya penyelesaian atau estimasi biaya penjualan meningkat. Praktek penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi bersih konsisten dengan pandangan bahwa aktiva seharusnya tidak dinyatakan melebihi jumlah yang mungkin dapat direalisasi melalui penjualan atau penggunaan.
Nilai persediaan biasanya diturunkan ke nilai realisasi bersih secara terpisah untuk setiap barang dalam persediaan. Namun demikian, dalam beberapa kondisi, penurunan nilai persediaan mungkin lebih sesuai jika dihitung terhadap kelompok barang serupa atau yang berkaitan. Misalnya barang-barang yang termasuk dalam lini produk dengan tujuan atau penggunaan akhir yang serupa, diproduksi dan dipasarkan di wilayah yang sama, dan tidak dapat dievaluasi terpisah dari barangbarang lain dalam lini produk tersebut. Penurunan nilai persediaan tidak tepat jika dihitung berdasarkan klasifikasi persediaan, misalnya, barang jadi, atau seluruh persediaan dalam suatu industri atau segmen geografis tertentu. Perusahaan jasa pada umumnya mengakumulasikan biaya dalam hubungannya dengan setiap jasa agar dapat menetapkan harga jual jasa tersebut. Dengan demikian, masing-masing jenis jasa tersebut dibukukan tersendiri.
Estimasi nilai realisasi bersih didasarkan pada bukti paling andal yang tersedia pada saat estimasi dilakukan terhadap jumlah persediaan yang diharapkan dapat direalisasi. Estimasi ini mempertimbangkan fluktuasi harga atau biaya yang langsung terkait dengan peristiwa yang terjadi setelah akhir periode sepanjang peristiwa tersebut menegaskan (confirm) kondisi yang ada pada akhir periode.
Estimasi nilai realisasi bersih juga mempertimbangkan tujuan pengadaan persediaan yang bersangkutan. Misalnya, nilai realisasi bersih kuantitas persediaan yang dimiliki untuk memenuhi kontrak penjualan produk atau jasa didasarkan pada harga kontrak. Bila kontrak penjualan adalah untuk kuantitas barang yang lebih kecil daripada persediaan, nilai realisasi bersih untuk kelebihannya harus didasarkan pada harga penjualan umum. Kerugian kontinjen dari kontrak pembelian yang melebihi kuantitas persediaan yang dimiliki dan kerugian kontinjen dari kontrak pembelian diperlakukan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 8 tentang Kontinjensi dan Peristiwa Setelah Tanggal Neraca.
Nilai bahan baku dan perlengkapan (supplies) lain yang diadakan untuk digunakan dalam produksi persediaan tidak diturunkan di bawah biaya bila barang jadi yang dihasilkan diharapkan dapat dijual sebesar atau di atas biaya. Namun demikian, bila penurunan harga bahan baku mengindikasikan biaya barang jadi yang dihasilkan akan melebihi nilai realisasi bersih, maka nilai bahan diturunkan ke nilai realisasi bersih. Dalam kondisi semacam itu, biaya ganti (Replacement cost) merupakan tolak ukur terbaik yang tersedia bagi nilai realisasi bersih
Nilai realisasi bersih yang telah ditentukan harus ditinjau kembali pada setiap periode berikutnya. Apabila kondisi yang semula mengakibatkan penurunan nilai persediaan di bawah biaya ternyata tidak lagi berlaku, maka jumlah penurunan nilai harus dieliminasi balik (reversed) sedemikian rupa sehingga jumlah tercatat baru persediaan adalah yang terendah dari biaya atau nilai realisasi bersih yang telah direvisi. Hal ini timbul misalnya, jika suatu barang dalam persediaan, yang dicantumkan sebesar nilai realisasi bersih karena harga jualnya telah turun, masih dimiliki pada periode berikutnya dan harga jualnya telah meningkat.
Menurut PSAK No. 16; Suatu aktiva tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.
Komponen Biaya Perolehan
Biaya perolehan suatu aktiva tetap terdiri dari harga belinya, termasuk bea impor dan PPN Masukan Tak Boleh Restitusi (non-refundable), dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung hingga aktiva tersebut dalam kondisi siap pakai; setiap potongan dagang dan rabat yang dikurangkan dari harga pembelian. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
    1. biaya persiapan tempat;
    2. biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar-muat (handling costs);
    3. biaya pemasangan (installation costs);
    4. biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
    5. estimasi biaya bongkar-muat dan memindahkan aktiva dan persiapan lokasi, yang diakui sebagai kewajiban diestimasi sesuai PSAK 57: Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi, dan Aktiva Kontinjensi.
Jika pembayaran untuk suatu aktiva tetap ditangguhkan hingga melampaui jangka waktu kredit normal, biaya perolehan aktiva tersebut adalah setara dengan nilai tunainya; perbedaan antara nilai tunai dengan pembayaran total diakui sebagai beban bunga selama periode kredit kecuali dikapitalisasi sesuai dengan perlakuan alternatif yang diizinkan dalam PSAK 26: Akuntansi Biaya Pinjaman.
Biaya administrasi dan overhead umum lainnya bukan merupakan komponen biaya perolehan aktiva tetap sepanjang tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aktiva atau membawa aktiva ke kondisi siap pakai. Demikian pula biaya permulaan (start-up) dan pra-produksi serupa bukan merupakan bagian biaya perolehan aktiva kecuali biaya tersebut diperlukan dalam membawa aktiva ke kondisi siap pakai. Rugi operasi awal yang terjadi sebelum aktiva mencapai kinerja yang direncanakan diakui sebagai beban.
Biaya perolehan suatu aktiva yang dikonstruksi sendiri ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama sebagaimana perolehan aktiva. Jika perusahaan membuat aktiva serupa untuk dijual dalam keadaan usaha normal, biaya perolehan aktiva biasanya sama dengan biaya memproduksi aktiva untuk dijual (lihat PSAK 14: Persediaan). Oleh karena itu, setiap laba internal dieliminasi dalam menetapkan biaya perolehan tersebut. Demikian pula biaya dari jumlah yang abnormal dari bahan baku yang tak terpakai, tenaga kerja, atau sumber daya lain yang terjadi dalam memproduksi aktiva yang dikonstruksi sendiri tidak dimasukkan dalam biaya perolehan aktiva tersebut. PSAK 26: Akuntansi Biaya Pinjaman menetapkan kriteria yang harus dipenuhi sebelum biaya bunga dapat diakui sebagai suatu komponen biaya perolehan aktiva. Biaya perolehan aktiva yang dimiliki oleh lessee dalam finance lease ditentukan dengan menggunakan prinsip yang ditetapkan dalam PSAK 30: Akuntansi Sewa Guna Usaha.
Menurut PSAK No. 48; Jika nilai yang dapat diperoleh kembali dari suatu aktiva lebih kecil dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aktiva harus diturunkan menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali. Penurunan tersebut merupakan rugi penurunan nilai aktiva dan harus segera diakui sebagai beban pada laporan laba rugi.
Jika jumlah taksiran kerugian penurunan nilai aktiva lebih besar dari nilai tercatat aktiva, perusahaan harus mengakui kewajiban hanya jika hal ini diwajibkan dalam PSAK lain.
Setelah kerugian penurunan nilai aktiva diakui, beban depresiasi (amortisasi) aktiva untuk periode yang akan datang harus disesuaikan agar mencerminkan alokasi nilai tercatat yang telah direvisi, setelah dikurangi nilai sisa (jika ada), secara sistematis selama sisa periode depresiasi (amortisasi). Pengakuan kerugian penurunan nilai suatu aktiva mungkin juga merupakan tanda bahwa nilai sisa, sisa periode depresiasi (amortisasi) atau metode depresiasi (amortisasi) untuk aktiva harus di-review sesuai dengan PSAK yang berlaku bagi aktiva tersebut.
Jika kerugian penurunan nilai diakui, semua pajak yang ditangguhkan yang terkait dengan aktiva tersebut atau kewajiban, harus ditentukan sesuai dengan PSAK 46 Pajak Penghasilan, dengan membandingkan jumlah nilai tercatat yang telah direvisi dengan nilai setelah pajak.

V. PENYAJIAN
Prinsip akuntansi berterima umum, terutama standar akuntansi menetapkan penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun aset didefinisi secara umum sebagai manfaat ekonomik di masa datang yang dikuasai kesatuan usaha dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos aset didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut. secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:
    1. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau di bagian atas dalam neraca berformat laporan. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan tetap.
    2. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan (misalnya metoda depresiasi aset tetap dan dasar penilaian sediaan barang).
Dengan adanya pengelompokan dan penjumlahan aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek di neraca, maka akan meningkatkan kegunaan informasi yang disajikan.
Untuk memungkinkan pengidentifikasian secukupnya atas pemisahan aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, jumlah aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek yang tersajikan lazimnya tidak dikurangkan dengan aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek lainnya. Akan tetapi saling menghapuskan (offsetting) demikian mungkin benar, bila dibenarkan menurut hukum dan saling menghapuskan (offsetting) tersebut merupakan realisasi atau penyelesaian aktiva atau kewajiban yang diharapkan.

              1. PENGUNGKAPAN
Menurut PSAK No. 13; Pengungkapan berikut adalah tepat:
    1. kebijakan akuntansi untuk:
      1. penentuan nilai tercatat dari investasi,
      2. perlakuan perubahan dalam nilai pasar investasi lancar yang dicatat pada nilai pasar, dan
    2. jumlah signifikan yang dilaporkan sebagai penghasilan investasi untuk:
      1. bunga, royalti, dividen dan sewa pada investasi jangka panjang dan lancar, dan
      2. laba dan rugi pada pelepasan investasi lancar dan perubahan dalam nilai investasi tersebut;
    3. nilai pasar dari investasi yang dapat dipasarkan jika tidak dicatat dalam nilai pasar;
    4. nilai wajar dari investasi properti jika dipertanggungjawabkan sebagai investasi jangka panjang dan tidak dicatat pada nilai wajar;
    5. pembatasan yang signifikan pada kemampuan realisasi investasi atau pengiriman uang dari penghasilan dan hasil pelepasan;
    6. untuk investasi jangka panjang yang dinyataka n pada jumlah yang dinilai kembali:
  1. kebijakan untuk kekerapan revaluasi,
  2. tanggal revaluasi yang terakhir,
    1. untuk perusahaan yang bisnis utamanya adalah mengelola investasi analisa portofolio investasi.
Pengungkapan berikut dapat diberikan untuk membantu pemahaman pembaca mengenai laporan keuangan:
    1. suatu analisa investasi jangka panjang menurut kategorinya;
    2. penilaian mengenai nilai wajar investasi yang tidak dapat dipasarkan;
    3. bilamana investasi tidak dapat dipasarkan, metode perkiraan nilai digunakan untuk perbandingan dengan biaya, yang dapat diterapkan;
    4. jumlah setiap surplus revaluasi sebelumnya yang berhubungan dengan investasi yang dilepas selama tahun tersebut dan yang telah didistribusikan sebelumnya atau dikonversikan ke dalam modal saham; dan
    5. rincian dari setiap investasi tunggal yang menunjukkan proporsi yang signifikan dalam pelaporan aktiva perusahaan.

Menurut PSAK No. 14; Laporan keuangan harus mengungkapkan:
  1. kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk rumus biaya yang dipakai;
  2. total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi yang sesuai bagi perusahaan;
  3. jumlah tercatat persediaan yang dicatat sebesar nilai realisasi bersih
  4. jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui sebagai penghasilan selama periode sebagaimana dijelaskan pada paragraf 28;
  5. kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang diturunkan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 28; dan
  6. nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan kewajiban.
Informasi tentang jumlah tercatat yang disajikan dalam berbagai klasifikasi persediaan dan tingkat perubahannya masing- masing berguna bagi para pemakai laporan keuangan. Klasifikasi persediaan yang biasa digunakan adalah barang dagang, perlengkapan produksi, bahan baku, pekerjaan dalam penyelesaian dan barang jadi. Persediaan dalam perusahaan jasa biasanya disebut pekerjaan dalam penyelesaian.
Laporan keuangan harus mengungkapkan salah satu informasi berikut ini:
    1. biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode tertentu, atau
    2. biaya operasi, yang dapat diaplikasikan pada pendapatan, diakui sebagai beban selama periode laporan keuangan, diklasifikasikan sesuai dengan hakekatnya.
Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode meliputi biaya yang sebelumnya termasuk dalam pengukuran barang dalam persediaan yang telah dijual dan biaya overhead produksi yang tidak teralokasikan serta jumlah abnormal biaya produksi persediaan. Kondisi perusahaan juga membuka peluang untuk memasukkan biaya lainnya, seperti biaya distribusi.
Beberapa perusahaan menggunakan format laporan laba rugi yang berbeda, yang mengakibatkan diungkapkannya berbagai jumlah sebagai pengganti biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode yang bersangkutan. Dengan format yang berbeda ini, perusahaan mengungkapkan jumlah biaya operasi yang dapat diaplikasikan pada pendapatan periode tersebut, dan diklasifikasikan menurut hakekatnya. Dalam kasus ini, perusahaan mengungkapkan biaya yang diakui sebagai beban untuk bahan baku dan barang-barang habis terpakai (consumables), tenaga kerja dan biaya operasi lainnya bersama-sama dengan jumlah perubahan bersih persediaan pada periode tersebut.
Skala, insiden dan hakekat penurunan nilai persediaan menjadi nilai realisasi bersih mungkin sedemikian materialnya sehingga memerlukan pengungkapan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Perio de Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi.
Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (PSAK No. 30)
  1. Finance Lease
  1. Aktiva dilaporkan berdasarkan urutan likuiditasnya, kewajiban dilaporkan berdasarkan urutan jatuh temponya tanpa mengelompokkan ke dalam unsur lancar dan tidak lancar (unclassified balance sheet).
  2. Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus dilaporkan dalam neraca dengan rincian sebagai berikut:
    1. Piutang Sewa Guna Usaha Rp. xxxxx
    2. Nilai Sisa Yang Terjamin xxxxx
    3. Pendapatan Sewa Guna Usaha Yang Belum Diakui (xxxxx)
    4. Simpanan Jaminan (xxxxx)
    5. Penanaman Netto Sewa Guna Usaha Rp xxxxx
    6. Penyisihan Piutang Sewa Guna Usaha yang Diragukan (xxxxx)
    7. Jumlah Penanaman Neto Rp xxxxx
  1. Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok Pendapatan.
  2. Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha dalam sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases harus dilaporkan oleh masing- masing pihak secara proporsional sesuai dengan penyertaannya.
  3. Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
  • Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
  • Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
  • Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban perusahaan sewa guna usaha kepada penyewa guna usaha.
  • Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga.
  • Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
2. Operating Lease
  1. Barang modal yang disewagunausahakan dilaporkan berdasarkan harga perolehan setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya.
  2. Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari aktiva tetap yang tidak disewagunausahakan.
  3. Perhitungan rugi laba harus disusun sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok pendapatan.
  4. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari penyusutan aktiva yang tidak disewagunausahakan .
  5. Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
    • Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
    • Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
    • Sifat dari simpanan jaminan (jika ada).
    • Aktiva yang disewagunausahakan yang dijaminkan kepada pihak ketiga.
    • Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi sewa Guna Usaha oleh Penyewagunausaha
1. Capital Lease
  1. Aktiva yang disewagunausaha dilaporkan sebagai bagian aktiva tetap dalam kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.
  2. Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut tahun berikutnya.
  • Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan dalam tahun berjalan.
  • Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
  • Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
  • Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha (major covenants).
2. Operating Lease
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
  • Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang dibebankan sebagai biaya sewa.
  • Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
  • Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
  • Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
  • Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha (major covenants).

Pengungkapan oleh Factor (PSAK No. 43)
Pengungkapan yang memadai harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
      1. Kebijakan akuntansi yang digunakan untuk anjak piutang.
      2. Jumlah tagihan anjak piutang tanpa recourse, termasuk anjak piutang dengan recourse yang memenuhi kriteria penjualan, jumlah hutang retensi anjak piutang dan pendapatan anjak piutang, serta pengungkapan mengenai ikatan penting lainnya yang diatur dalam perjanjian anjak piutang.
      3. Jumlah tagihan anjak piutang dengan recourse diungkapkan sebagai berkut:
Tagihan anjak piutang xxx
Pendapatan anjak piutang tangguhan (xxx)
Retensi (xxx)
xxx
Penyisihan piutang ragu-ragu (xxx)
Tagihan anjak piutang bersih xxx
      1. Pengungkapan mengenai ikatan penting yang diatur dalam perjanjian anjak piutang dengan recourse meliputi antara lain: tingkat bunga, jatuh tempo dan jumlah piutang yang diperoleh.
Pengungkapan oleh Klien
Pengungkapan yang memadai harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sabagai berikut:
  1. Kebijakan akuntansi mengenai transaksi anjak piutang baik tanpa recourse maupun dengan recourse.
  2. Jumlah piutang yang dialihkan dalam rangka anjak piutang tanpa recourse, termasuk anjak piutang dengan recourse yang memenuhi kriteria penjualan. Pengungkapan ini juga meliputi jumlah kerugian, piutang retensi anjak piutang, jatuh tempo, dan ikatan penting lainnya yang diatur dalam perjanjian anjak piutang.
  3. Jumlah kewajiban anjak piutang dalam rangka anjak piutang dengan recourse. Pengungkapan ini meliputi beban bunga, retensi, jatuh tempo dan jumlah piutang alihan, serta ikatan penting lainnya yang diatur dalam perjanjian anjak piutang.
  4. Jumlah kewajiban anjak piutang dengan recourse diungkapkan sebagai berikut:
Kewajiban anjak piutang xxx
Retensi (xxx)
Bunga yang belum diamortisasi (xxx)
Kewajiban anjak piutang bersih xxx
Menurut PSAK No.48; untuk setiap kelompok aktiva, laporan keuangan harus mengungkapkan:
      1. rugi penurunan nilai yang diakui selama periode tersebut dan elemen laporan laba rugi yang didalamnya kerugian penurunan nilai telah dimasukkan; dan
      2. pemulihan kerugian penurunan nilai yang diakui selama periode tersebut dan elemen laporan laba rugi yang didalamnya kerugian penurunan nilai telah pulih.
Kelompok aktiva adalah suatu penggolongan aktiva berdasarkan sifat dan penggunaan sejenis dalam operasi perusahaan.
Untuk setiap aktiva individual, atau unit penghasil kas, yang kerugian penurunan nilainya telah diakui atau dipulihkan dalam periode tertentu, laporan keuangan harus mengungkapkan:
      1. sifat aktiva (unit penghasil kas), nilai tercatatnya dan segmen yang mengoperasikan aktiva tersebut (sebagaimana didefinisikan dalam PSAK No. 5, Pelaporan Informasi Keuangan Menurut Segmen);
      2. jumlah kerugian penurunan nilai yang telah diakui atau dipulihkan dalam periode tersebut untuk aktiva (atau unit penghasil kas), dan kejadian serta kondisi yang menyebabkan pengakuan atau pemulihan tersebut;
      3. nilai yang digunakan untuk mengungkapkan jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aktiva (unit penghasil kas): harga jual neto atau nilai pakainya; dan
      4. informasi berikut ini, jika jumlah nilai yang dapat diperoleh kembali didasarkan pada nilai pakai aktiva (unit penghasil kas):
  1. jangka waktu yang digunakan manajemen untuk memproyeksikan aliran kas di masa depan secara jangka pendek jika jangka waktu tersebut lebih dari lima tahun, dan alasan penggunaan jangka waktu tersebut;
  2. tarif diskonto yang digunakan untuk ekstrapolasi proyeksi jangka pendek manajemen, dan alasan penggunaan tarif diskonto tersebut, jika tarif diskonto yang digunakan meningkat atau melebihi tingkat pertumbuhan jangka panjang rata-rata untuk produk, industri, dan negara atau negara-negara tempat perusahaan beroperasi atau untuk pasar produk yang dihasilkan oleh aktiva atau unit penghasil kas; dan
  3. fakta bahwa nilai pakai secara signifikan lebih besar dari harga jual neto (jika hal ini terjadi).
Jika nilai pakai aktiva (unit penghasil kas) telah ditentukan dalam periode tersebut dan tidak ada kerugian penurunan nilai yang telah diakui atau dipulihkan dalam periode tersebut untuk aktiva (unit penghasil kas), laporan keuangan harus mengungkapkan informasi berikut ini:
  1. jangka waktu yang digunakan oleh manajemen untuk memproyeksikan aliran kas masa yang akan datang jika periode tersebut lebih dari lima tahun, dan alasan menggunakan jangka waktu tersebut;
  2. tarif diskonto yang digunakan untuk ekstrapolasi proyeksi jangka pendek manajemen, dan alasan penggunaan tarif diskonto tersebut, jika tarif diskonto yang digunakan meningkat atau melebihi tingkat pertumbuhan jangka panjang rata-rata.

VII. Impairment (Penurunan Nilai)
Terkadang, kejadian-kejadian yang terjadi setelah pembelian assets dan sebelum berakhirnya estimasi masa manfaat yang menurunkan nilai asset dan memerlukan penghapusan segera asset tersebut daripada membuat alokasi cost yang normal sepanjang periode tertentu.
Keputusan mengenai apakah akan mengakui penurunan nilai dari aktiva operasi bukanlah suatu hal yang mudah.
Accounting for Asset Impairment
Panduan untuk accounting for asset impairment dengan menggunakan GAAP AS, disediakan dalam FASB Statement no 144, yang diterbitkan pada tahun 2001, memuat 4 pertanyaan berikut :
    1. Kapan sebaiknya asset di tinjau kembali untuk kemungkinan adanya penurunan nilai ?
    2. Kapan suatu asset diturunkan nilainya ?
    3. Bagaimana sebaiknya kerugian akibat penurunan nilai di ukur ?
    4. Informasi apa yang harus diungkapkan mengenai suatu penurunan nilai ?

Kapan sebaiknya asset di tinjau kembali untuk kemungkinan adanya penurunan nilai ?
Perusahaan di minta untuk melaksanakan pengujian penurunan nilai ketika ada perubahan yang material dalam cara asset tersebut digunakan atau dalam lingkungan usaha. Disamping itu, jika manajemen memperoleh informasi bahwa market value asset telah turun, maka suatu pengujian penurunan nilai harus dilakukan.
Kapan suatu asset diturunkan nilainya ?
Suatu perusahaan mengakui impairment loss bila undiscounted sum of estimated future cash flow dari asset adalah kurang dari book value of the asset.
Bagaimana sebaiknya kerugian akibat penurunan nilai di ukur ?
The impairment loss merupakan perbedaan antara the book value of the asset, The fair value dapat diperkirakan dengan menggunakan present value of estimated future cash flow from the asset.
Informasi apa yang harus diungkapkan mengenai suatu penurunan nilai ?
Pengungkapan harus memuat suatu penjelasan atas impaired asset, alasan atas impairment, penjelasan tentang asumsi pengukuran dan segmen usaha yang terkena dampaknya. An Impairment loss harus dimasukan sebagai bagian dari income from continuing operation, dan catatan yang mengungkapkan jumlah harus dibuat jika impairment loss tidak ditunjukan sebagai bagian perkiraan income statement.







Ilustrasi impairment rules
ABC Company membeli sebuah gedung 5 tahun yang lalu dengan harga sebesar 600.000. Gedung tersebut disusutkan menggunakan straight line method dengan masa manfaat 20 tahun tanpa residual value. Beberapa bangunan lain dalam wilayah yang berdekata baru saja ditinggalkan dan ABC telah memutuskan bahwa gedung tersebut harus dievaluasi karena kemungkinan mengalamai impairment (penurunan nilai). ABC memperkirakan bahwa gedung tersebut memiliki masa manfaat yang tersisa 15 tahun, net cash inflow dari gedung sebesar 25.000 per tahun, dan fair value gedung sebesar 230.000. tidak ada goodwill yang di hubungkan dengan pembelian gedung tersebut. Investments in Noncurrent Operating Assets - Utilization and Retirement
Penyusutan tahunan untuk gedung sebesar 30.000 (600.000 / 20 tahun). Current Book value gedung di hitung sebagai berikut :
Original Cost 600.000
Accumulated depreciation (30.000 * 5 tahun) 150.000 –
Book Value 450.000
Book value 450.000 dibandingkan dengan 375.000 (25.000 * 15 tahun) yaitu undiscounted sum of future cash flows untuk menentukan apakah gedung tersebut telah turun nilainya. The sum of future cash flows lebih kecil, maka impairment loss harus diakui. Kerugian sebesar 220.000 (450.000 – 230.000) yaitu selisih antara book value of the building dengan fair value.
The impairment loss akan dicatat sebagai berikut:
Accumulated depreciation – building 150.000
Loss on impairment of building 220.000
Building (600.000 – 230.000) 370.000
Nilai baru yang di catat sebesar 230.000 (600.000 – 370.000) di anggap sebagai cost of the asset. Setelah impairment loss di akui, tidak ada perbaikan atas kerugian yang diperbolehkan walaupun jika ternyata the fair value of the asset meningkat.
REFERENSI

    1. PSAK
    2. PENGANTAR AKUNTANSI 1. 1999 ; Drs Slamet Sugiri, MBA, Akt.
    3. AKUNTANSI PENGANTAR 1. 1996 ; Suwardjono, SE, MSc.
    4. Sekilas tentang aset « Sijenius’s Weblog.html
    5. blog-post.html
    6. Wikipedia